Berita bohong (Haditsul Ifki)

[Disalin dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press]

Berita bohong (Haditsul Ifki)

Dalam perjalanan pulang kaum Muslimin dari perang Bani Mustahliq inilah tersiar berita bohong bertujuan merusak keluarga Nabi saw. Berikut ini kami kemukakan ringkasan dari riwayat yang tertera di dalam Ash-Shahihain.

Aisyah ra meriwayatkan bahwa dalam perjalanan ini ia ikut keluar bersama Rasulullah saw. Aisyah ra berkata: “Setelah selesai dari peperangan ini Rasulullah saw bergegas pulang dan memerintahkan orang-orang agar segera berangkat di malam hari. Di saat semua orang sedang berkemas-kemas hendak berangkat, aku keluar untuk membuang hajat, aku terus kembali hendak bergabung dengan rombongan. Pada saat itu kuraba-raba kalung leherku, ternyata sudah tak ada lagi. Aku lalu kembali lagi ke tempat aku membuang hajatku tadi untuk mencari-cari kalung hingga dapat kutemukan kembali.

Di saat aku sedang mencari-cari kalung, datanglah orang-orang yang bertugas melayani unta tungganganku. Mereka sudah siap segala-galanya. Mereka menduga aku berada di dalam haudaj (rumah kecil terpasang di atas punggung unta) sebagaimana dalam perjalanan, oleh sebab itu haudaj lalu mereka angkat kemudian diikatkan pada punggung unta. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa aku tidak berada di dalam haudaj. Karena itu mereka segera memegang tali kekang unta lalu mulai berangkat …!

Ketika aku kembali ke tempat perkemahan, tidak aku jumpai seorang pun yang masih tinggal. Semuanya telah berangkat. Dengan berselimut jilbab aku berbaring di tempat itu. Aku berfikir, pada saat mereka mencari-cari aku tentu mereka akan kembali lagi ke tempatku. Demi Allah, di saat aku sedang berbaring, tiba-tiba Shafwan bin Mu‘atthal lewat. Agaknya ia bertugas di belakang pasukan. Dari kejauhan ia melihat bayang-bayangku. Ia mendekat lalu berdiri di depanku, ia sudah mengenal dan melihatku sebelum kaum wanita dikenakan wajib berhijab. Ketika melihatku ia berucap: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un! Istri Rasulullah?“ Aku pun terbangun oleh ucapan itu. Aku tetap menutup diriku dengan jilbabku .. Demi Allah, kami tidak mengucapkan satu kalimat pun dan aku tidak mendengar ucapan darinya kecuali ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un itu. Kemudian dia merendahkan untanya lalu aku menaikinya. Ia berangkat menuntun unta kendaraan yang aku naiki sampai kami datang di Nahri Adh-Dhahirah tempat pasukan turun istirahat. Di sinilah mulai tersiar fitnah tentang diriku. Fitnah ini berumber dari mulut Abdullah bin Ubay bin Salul.

Aisyah ra melanjutkan : Setibanya di Madinah kesehatanku terganggu selama sebulan. Saat itu rupanya orang-orang sudah banyak berdesas-desus berita bohong itu, sementara aku belum mendengar sesuatu mengenainya. Hanya saja aku tidak melihat kelembutan dari Rasulullah saw, yang biasa kurasakan ketika aku sakit. Beliau hanya masuk lalu mengucapkan salam dan bertanya: “Bagaimana keadaanmu?“ Setelah agak sehat aku keluar pada suatu malam bersama Ummu Mastha untuk membuang hajat. Waktu itu kami belum membuat kakus. Di saat kami pulang, tiba-tiba kaki Ummu Mastha terantuk sehingga kesakitan danter lontar ucapan dari mulutnya: “Celaka si Masthah!“ Ia kutegur: "Alangkah buruknya ucapanmu itu mengenai seorang dari kaum Muhajirin yang turut serta dalam perang Badr?“ Ummu Mastha bertanya :“Apakah anda tidak mendengar apa yang dikatakannya?“ Aisyah ra melanjutkan: Ia kemudian menceritakan kepadaku tentang berita bohong yang tersiar sehingga sakitku bertambah parah … Malam itu aku menangis hingga pagi hari, air mataku terus menetes dan aku tidak dapat tidur.

Kemudian Rasulullah saw mulai meminta pandangan para sahabatnya mengenai masalah ini. Di antara mereka ada yang berkata: “Wahai Rasulullah mereka (para istri Nabi) adalah keluargamu. Kami tidak mengetahui kecuali kebaikan.“ Dan ada pula yang mengatakan: “Engkau tak perlu bersedih, masih banyak wanita (lainnya). Tanyakan hal itu kepada pelayan perempuan (maksudnya Barirah). Ia pasti memberi keterangan yang benar kepada anda!“

Rasulullah saw lalu memanggil pelayan perempuan bernama Barirah, dan bertanya: “Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan dari Aisyah?“ Ia mengabarkan kepada Nabi saw, bahwa ia tidak mengetahui Aisyah kecuali sebagai orang yang baik-baik. Kemudian Nabi saw berdiri di atas mimbar dan bersabda:

"Wahai kaum Muslimin! Siapa yang akan membelaku dari seorang lelaki yang telah menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari keluargaku kecuali yang baik. Sesungguhnya mereka telah menyebutkan seorang lelaki yang aku tidak mengenal lelaki itu kecuali sebagai orang yang baik.“

Sa‘ad bin Muadz lalu berdiri seraya berkata: “Aku yang akan membelamu dari orang itu wahai Rasulullah saw! Jika dia dari suku Aus, kami siap penggal lehernya. Jika dia dari saudara kami suku Khazraj maka perintahkanlah kami, kami pasti akan melakukannya.“ Maka timbullah keributan di masjid sampai Rasulullah saw meredakan mereka.

Aisyah ra melanjutkan: “Kemudian Rasulullah saw datang ke rumahku. Saat itu ayah-ibuku berada di rumah. Ayah-ibuku menyangka bahwa tangisku telah menghancurluluhkan hatiku. Sejak tersiar berita bohong itu Nabi saw tidak pernah duduk di sisiku. Selama sebulan beliau tidak mendapatkan wahyu tentang diriku. Aisyah ra berkata: “Ketika duduk Nabi saw membaca puji syukur ke Hadirat Allah swt lalu bersabda: “Hai Aisyah, aku telah mendengar mengenai apa yang dibicarakan orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah maka Allah swt, pasti akan membebaskan dirimu. Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah swt dan taubatlah kepada-Nya.“ Seusai Rasulullah saw mengucapkan ucapan itu, tanpa kurasakan air mataku tambah bercucuran. Kemudian aku katakan kepada ayahku: “Berilah jawaban kepada Rasulullah saw mengenai diriku“ Ayahku menjawab: “Demi Allah, aku tidak tahu bagaimana harus menjawab.“ Aku katakan pula kepada ibuku: “Berilah jawaban mengenai diriku.“ Dia pun menjawab: “Demi Allah aku tidak tahu bagaimana harus menjawab:“ Lalu aku berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kalian telah mendengar hal itu sehingga kalian telah membenarkannya. Jika aku katakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah kalian pasti tidak akan membenarkannya. Jika aku mengakuinya Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah, pasti kalian akan membenarkan aku. Demi Allah aku tidak menemukan perumpamaan untuk diriku dan kalian kecuali sebagaimana yang dikatkaan oleh bapak Nabi Yusuf as :
"Sebaiknya aku bersabar. Kepada Allah swt sajalah aku mohon pertolongan atas apa yang kalian lukiskan,“ QS Yusuf : 18

Aisyah ra berkata : Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku.

Selanjutnya Aisyah berkata: Demi Allah, Rasulullah saw belum bergerak dari tempat duduknya, juga belum ada seorang pun dari penghuni rumah yang keluar sehingga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Beliau tampak lemah lunglai seperti biasanya tiap hendak menerima wahyu Ilahi, keringatnya bercucuran karena beratnya wahyu yang diturunkan kepadanya. Aisyah berkata: Kemudian keringat mulai berkurang dari badan Rasulullah saw lalu beliau tampak tersenyum. Ucapan yan pertama kali terdengar ialah: "Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.“ Kemudian ibuku berkata: "Berdirilah (berterimahkasihlah) kepadanya.“ Aku jawab :

"Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya (Nabi saw) dan aku tidak akan memuji kecuali Allah. Karena Dialah yang telah menurunkan pembebasanku.“

Aisyah ra berkata: Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar…. Sampai dengan ayat 21 … „ QS an-Nur : 11-21

Aisyah melanjutkan: Sebelum peristiwa ini ayahku membiayai Mastha karena kekerabatan dan kemiskinannya. Tetapi setelah peristiwa ini ayahku berkata: Demi Allah, saya tidak akan membiayainya lagi karena ucapan yang diucapkan kepada Aisyah. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya). Orang –orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ QS An-Nur : 22

Lalu Abu Bakar berkata : Demi Allah, sungguh aku ingin mendapatkan ampun Allah. Kemudian ia kembali membiayai Masthah.

Kemudian Nabi saw keluar dan menyampaikan khutbah kepada orang-orang dan membacakan ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan mengenai masalah ini. Selanjutnya Nabi saw memerintahkan supaya dilakukan hukum hadd (dera) kepada Masthah bin Utsatsah, Hasan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy karena mereka termasuk orang-orang yang ikut menyebarluaskan desas-desus berita fitnah tersebut.


Beberapa Ibrah

Dari peperangan ini dapat kita ambil beberapa pelajaran :
1.- Disyariatkan pembagian ghanimah kepada orang-orang yang ikut berperang, setelah disisihkan seperlima dari ghanimah dan barang yang melekat di badan musuh yang terbunuh (salbun). Barang yang melekat di badan orang yang terbunuh (salbun) ini boleh diambil oleh orang yang membunuhnya. Sabda Nabi saw :
"Siapa saja membunuh seorang musuh maka dia berhak mengambil barang-barang yang melekat dibadannya (salbun).“

Adapun seperlima dari ghanimah yang disisihkan itu maka harus dibagikan kepada mereka yang disebutkan Allah swt di dalam kitab-Nya :
"Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil …“ QS Al-Anfal : 41

Setelah dikurangi seperlima dan salbun ini maka selebihnya dibagikan kepada orang-orang yang ikut berperang sebagaimana pernah dicontohkan Nabi saw.

Pembagian ini disepakati oleh para Imam Mahzahib bila pada harta yang bisa dipindahkan (benda bergerak). Jika berupa tanah maka para fuqaha berselisih pendapat tentang pembagiannya sebagaimana telah kami sebutkan pada pembahasan tentang rampasan Bani Nadlir.


2.- Hukum Azl pada waktu Jima‘ atau Pembatasan Kelahiran.

Termasuk ke dalamnya masalah menggugurkan nuthfah atau ‚alaqah yang belum ditiupkan ruh ke dalamnya. Juga apa yang dikenal sekarang dengan pembatasan kelahiran (keluarga berencana).

Hadits yang telah kami sebutkan mengenai masalah ini secara jelas membolehkan azl. Nabi saw menjawab para sahabat ketika mereka bertanya tentan azl :
"Tidak ada dosa atas kamu untuk melakukannya.“

Dalam riwayat Muslim disebutkan :
"Tidak ada dosa atas kamu untuk melakukannya. Tidak ada satupun peniupan ruh yang ditetapkan menjadi makhluk hidup sampai hari Kiamat, kecuali ia akan tetap hidup.“

Yakni kamu tidak harus meninggalkan azl, karena apa yang telah ditetapkan Allah pasti akan terlaksana. Sesuatu yang telah ditetapkan itu tidak mungkin dapat dihalangi oleh usaha kamu.

Lebih tegas lagi disebutkan oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir ra, ia berkata :
"Kami melakukan azl di masa Rasulullah saw sementara itu al-Quran terus diturunkan.“

Berdasarkan kepada hadits ini jumhur para Imam Madzhab membolehkan azl. Tetapi dengan syarat persetujuan istri karena dimungkinkan akan menimbulkan bahaya terhadapnya. Dan dibenci apabila sebabnya karena takut nafkah dan kurangnya rejeki.

Ibnu Hazm tidak sependapat dengan jumhur. Ia mengharamkan secara mutlak perbuatan azl, berdasarkan kepada Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi saw pernah ditanya tentang azl lalu Nabi saw menjawab :
"Itu (azl) adalah pembunuhan secara terselubung.“

Juga didasarkan kepada hadits-hadits lain yang seluruhnya mauquf (terhenti sampai) pada sahabat. Di antaranya apa yang diriwayatkan dengan sanad-nya dari Nafi‘ bahwa Ibnu Umar tidak pernah melakukan azl bahkan ia berkata :
"Seandainya aku mengetahui salah seorang dari anakku melakukan azl niscaya aku hukum dengan hukuman yang berat.“

Juga apa yang diriwayatkannya dari jalan Hajjaj bin Minhal bahwa Ali bin Abi Thalib membenci azl.

Selanjutnya Ibnu Hazm membantah Hadits Jabir ra, yang dijadikan dalil oleh jumhur itu dengan mengatakan bahwa hadits tersebut mansukh (sudah dihapuskan).

Ibnu Haja di dalam Fathu al-Bary menyebutkan pendapat Ibnu Hazm ini kemudian berkata: “Pendapat ini bertentangan dengan dua Hadits. Salah satunya ialah Hadits yang diriwayatkan oleh Turmidzi dan Nasa‘I, ia menshahihkannya dari jalan Mu‘ammar dan Yahya bin Katsir dari Jabir ra, ia berkata :
"Kami pernah memiliki budak-budak perempuan dan kami melakukan azl. Kemudian orang-orang Yahudi berkata: “Itu pembunuhan kecil.“ Lalu hal itu ditanyakan kepada Rasulullah saw. Beliau menjawab: “Orang-orang Yahudi itu berdusta. Kalau Allah hendak menciptakannya niscaya kamu tidak akan dapat menolaknya.“

Ia (Ibnu Hajar) berkata: Hadits kedua tercantum di dalam Nasa‘I dari jalan lain dari Muhammad bin Amer dari Abu Salmah dari Abu Hurairah.

Saya berkata: “Jelas bahwa sabda nabi saw tentang azl. "Itu adalah pembunuhan terselubung“, tidak berarti pengharaman. Tetapi nampaknya sabda Nabi saw tersebut berdasarkan kepada Hadits-hadits shahih lainnya di maksudkan sebagai larangan preventif ( An-nahyu‚ At-Tanzihi) sebagaimana pendapat jumhur.

Bantahan Ibnu Hazm bahwa hadits-hadits yang membolehkan azl sudah dihapuskan (mansukh), tertolak oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Imam yang enam, kecuali Abu Dawu` dari hadits Jabir ra: "Kami melakukan azl di masa Rasulullah saw, sementara al-Quran terus diturunkan“. Muslim menambahkan: “Kemudian hal itu (azl) sampai kepada Nabi saw tetapi beliau tidak melarang kami.“

Seandainya hukum bolehnya azl itu tidak berlangsung sampai wafatnya Nabi saw niscaya Jabir tidak akan mengatakan hal tersebut dan pasti dia akan menjelaskan hukum syari‘at yang menjadi ketetapan final dalam masalah ini.

Hukum menggugurkan nuthfah yang belum ditiupkan ruh ke dalamnya mengikuti hukum azl yang telah kami sebutkan di atas. Tetapi sebagaimana ulama yang membolehkan azl tersebut, mengharamkan pengguguran. Kemungkinan karena mereka tidak mau melakukan qiyas dalam masalah ini dan menganggap mudlghah (gumpalan) lebih dekat kepada sempurnanya penciptaan dan bentuk manusia daripada nuthfah sebelum berproses menjadi 'alaqah. Keberatan ini tidak jelas alasannya kecuali mungkin karena khawatir terhadap kesehatan orang-orang yang mengandungnya

Apabila anda telah mengetahui hal ini, maka berarti Anda telah mengetahui pula hukum Syar‘I yang berkaitan dengan Keluarga Berencana penggunaan sarana pengobatan untuk mencegah kehamilan sebagai ganti dari azl. Keluarga Berencana boleh dilakukan asalkan dengan menggunakan sarana atau alat-alat yang dibolehkan oleh jumhur para Imam, dengan syarat tidak membahayakan istri dan dengan persetujuan dari para Imam fuhaqa yang menetapkan hukum ini. Kecuali apa yang diriwayatkan oleh al-Hafidz Waliudin al-Iraqi dari Syaikh Imaduddin bin Yusuf dan Saikh Izzuddin bin Abdus Salam bahwa keduanya mengharamkan wanita menggunakan obat apa saja yang mencegah kehamilan. Ibnu Yunus berkata : Sekalipun suaminya menyetujuinya.

Menurut saya pendapat ini tertolak oleh dalil-dalil sunnah dan pendapat jumhur yang didasarkan kepada dalil-dalil tersebut.

Tetapi perlu anda ketahui bahwa hukum bolehnya azl atau apa yang secara umum dikenal dengan keluarga berencana ini dengan syarat adanya kerelaan suami istri tidak adanya unsur pemaksaan atau pengarahan dari pihak luar. Karena, sesuatu yang boleh dilakukan oleh individu kadang-kadang tidak boleh disyariatkan secara paksa kepada masyarakat. Ini merupakan kaidah fiqh yang telah disepakati.

Talak adalah timbangan yang boleh dilakukan oleh suami, manakala diperlukan atau untuk suatu kemaslahatan. Tetapi hakim tidak boleh memerintahkan kepada masyarakat secara paksa atau pun sebagai pengarahan untuk menggunakan hak ini, sehingga akan mengakibatkan perceraian massal. Demikian pula halnya hukum "Keluarga Berencana“. Kaidah ini harus anda fahami secara benar dan baik agar anda tidak dibingungkan oleh orang-orang yang seenak perutnya mengeluarkan fatwa yang dapat menyesatkan, seperti: Karena Sunnah membolehkan keluarga berencana maka pemerintah boleh memaksa masyarakat untuk melakukannya.

Sebenarnya tidak ada kaitan sama sekali antara dalil-dalil mengenai masalah ini dengan kesimpulan yang keliru dan tendensius tersebut. Singkatnya, apabila masalah azl atau keluarga berencana dilihat dari sudut hubungan suami istri dan kemaslahatan antar keduanya maka tidak ada permasalahan yang timbul. Tetapi jika dipandang sebagai suatu prinsip yang digalakkan secara umum atau sebagai suatu falsafah kehidupan yang dijejalkan kepada masyarakat melalui berbagai media massa maka pada saat itulah ia (keluarga berencana) menjadi suatu yang berbahaya dan harus ditentang oleh kaum Muslimin. Karena program keluarga berencana tersebut merupakan salah satu rencana jahat musuh-musuh Islam untuk menghancurkan kaum Muslimin. Oleh sebab itu, kaum Muslimin harus waspada terhadap isu-isu mengenai berbagai kesulitan produksi dan resesi ekonomi yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam. Semua itu hanyalah tipu daya mereka untuk menguburkan kaum Muslimin.

3.- Cara Nabi saw menghadapi dan mengatasi persoalan yang dieksploitasi oleh Abdullah bin Ubay bin Salul menunjukkan sejauh mana kecerdasan dan kepintaran yang dikaruniakan Allah swt kepadanya dalam mengatasi masalah, membina masyarakat , dan menyelesaikan problematika mereka. Ucapan yang didengar oleh Nabi saw dari mulut Abdullah bin Ubay bin Salul itu mestinya sudah cukup menjadi alasan untuk membunuhnya. Tetapi nabi saw menghadapi masalah tersebut dengan lapang dada. Nabi saw telah mendengar semua fitnah yang disebarluaskan dan perkelahian yang telah terjadi. Bahkan di antara pasukan perang itu terdapat sejumlah besar kaum Munafiqin yang sejak lama mencari-cari kesempatan seperti ini untuk menjatuhkan martabat beliau, tetapi Nabi saw tidak menghadapinya denga emosi yang menggelegak. Rasulullah saw menghadapinya dengan penuh kebijaksanaan. Beliau memerintahkan keberangkatan pasukan di luar waktu yang sudah menjadi kebiasaan mereka, agar mereka tidak memiliki kesempatan untuk membicarakan masalah yang ada. Mereka terus berjalan, selama sehari semalam, sehingga kaum Munafiqin tidak mendapatkan kesempatan untuk menyebar kebatilan di tengah kaum Muslimin. Sampai ketika mereka terduduk di tanah karena keletihan mereka tidak sempat membicarakan karena langsung tertidur pulas.

Sesampainya di Madinah orang-orang pun menunggu-nunggu tindakan keras yang akan dilakukan oleh Rasulullah saw kepada kaum Munafiqin. Mereka tidak menyaksikan lagi bahwa tindakan yang akan diambil ialah dengan membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul. Oleh karena itu, Abdulah bin Abdullah bin Ubay ra datang kepada Nabi saw menawarkan diri untuk bertindak melaksanakan eksekusi hukuman mati terhadap ayahnya, apabila Nabi saw menghendaki hukuman itu. Tetapi ia dikejutkan oleh jawaban dan sikap Rasulullah saw yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya :
"Bahkan kita akan bertindak lemah lembut dan berlaku baik kepadanya, selama ia masih tinggal bersama kita.“

Perhatikan alasan tindakan ini sebagaimana dikemukakan Nabi saw kepada Umar :
"Bagaimana wahai Umar, jika orang-orang berbicara bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya (sendiri).“

Tindakan bijaksana yang dilakukan Rasulullah saw ini mengakibatkan Abdullah bin Ubay selalu dikecam dan ditentang oleh kaumnya sendiri, setiap kali dia berbicara tentang sesuatu. Selain itu, anda tentunya mengetahui bahwa orang munafiq dianggap sama dengan orang Muslim dalam hukum peradilan di dunia ini, kendatipun kita diharuskan tetap waspada dan hati-hati terhadapnya.

Sebelum anda lebih jauh merenungkan dan mengambil kebijaksanaan ini, perlu saya ingatkan sekali lagi bahwa semua sifat tersebut berada di belakang sifat nubuwaah yang ada padanya. Semua sifat tersebut merupakan penunjang dari statusnya sebagai seorang Nabi dan Rasul bagi seluruh manusia. Adalah keliru besar jika sifat-sifat tersebut dianalisa tanpa mengaitkannya dengan sumber utamanya yaitu Kenabian dan Kerasulannya. Metode analisis yang keliru ini seperti telah kami jelaskan sengaja dipilih oleh para musuh Islam untuk menjauhkan kaum Muslimin dari merenungkan tentang Kenabian Muhammad saw.

4.- Adapun kisah berita bohong itu tidak lain hanyalah merupakan salah satu mata rantai dari seni penyiksaan dan ujian berat yang dilancarkan oleh para musuh Islam terhadap Nabi saw. Penyiksaan ini (berita bohong) lebih menyakitkan hati Nabi saw ketimbang gangguan-gangguan kaum Munafiq. Selalu lebih keji dan licik daripada gangguan yang dilancarkan oleh orang lain, karena mereka lebih banyak memiliki kesempatan ketimbang orang lain. Berita bohong ini merupakan bentuk yang unik dari gangguan yang dilakukan oleh kaum Munafiqin.

Berita bohong ini lebih menyakitkan hati Nabi saw ketimbang gangguan-gangguan sebelumnya karena semua gangguan dan penyiksaan yang telah dialami oleh Nabi saw sebelumnya itu sebagian daripadanya telah kami bahas merupakan sesuatu yang telah diperhitungkan pasti akan terjadi, sehingga beliau pun telah siap untuk menghadapinya. Tetapi berita bohong ini benar-benar merupakan kejutan bagi Nabi saw. Karena ia merupakan seni fitnah yang sama sekali baru bagi Nabi saw. Ia adalah isu yang boleh dikatakan merupakan tikaman pembohong yang paling berat kepada kehormatan dan kesucian manusia. Siapa yang mengetahui kepastian bahwa berita itu bohong atau benar ? Dari sinilah maka penyiksaan ini lebih berat pengaruhnya ketimbang yang lainnya. Karena fitnah seperti ini langsung menusuk dan menohok perasaannya yang paling dalam. Perasaan gundah gulana dan keraguan yang menggelisahkan ini tidak akan lama dialami oleh Nabi saw, seandainya wahyu Ilahi segera diturunkan untuk membongkar kebohongan kaum munafiqin. Tetapi selama lebih dari sebulan, wahyu belum juga diturunkan dan tidak pula memberikan komentar sama sekali. Inipun merupakan sumber kecemasan dan keraguan tersendiri.

Sekalipun demikian tribulasi berita bohong ini membawa hikmah Ilahiyah yang bertujuan menampakkan kepribadian Nabi saw dan membersihkannya sebersih-bersihnya dari segala keraguan. Sesungguhnya makna Kenabian dalam kehidupannya mungkin akan kurang begitu jelas, baik dalam pandangan kaum Mukminin sendiri apatah lagi dalam pandangan kaum kafir, seandainya berita bohong ini tidak terjadi. Pertistiwa ini telah menggugat kepribadian Nabi saw sehingga terbedakan secara jelas mana kepribadiannya sebagai manusia biasa dan mana kepribadiannya sebagai seorang Nabi dan Rasul. Peristiwa ini juga telah memperjelas sejelas-jelasnya arti Kenabian dan Wahyu di hadapan semua pikiran dan pandangan manusia, sehingga tidak ada lagi peluang untuk meragukannya.

Isu dusta ini telah mengejutkan pendengaran Nabi saw sebagai manusia biasa yang bertindak dan berpikir sebagaimana orang lain, dalam batas perlindungan (Ishmah) yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul. Beliau menghadapinya sebagaimana manusia biasa menghadapi masalah yang sama. Ia tidak mengetahui alam ghaib. Juga tidak dapat melihat apa yang ada di hati orang lain. Maka ia pun terguncang sebagaimana manusia pada umumnya. Ia merasa ragu sebagaimana orang lain merasakannya. Ia mencari-cari jawaban dan meminta pandangan para sahabatnya.

Agaknya untuk menampakkan aspek kemanusiaan Nabi saw inilah maka wahyu diperlambat turunnya selama lebih dari sebulan. Di samping agar manusia dapat melihat dua hakekat yang sangat penting :

Pertama,
Bahwa Nabi saw dengan Kenabian dan Kerasulannya tidak keluar dari statusnya sebagai manusia. Karena itu orang yang mempercayainya tidak boleh menggambarkan bahwa Kenabian telah membawanya keluar dari batas-batas kemanusiaan sehingga kepada diri Nabi saw dinisbatkan sesuatu atau pengaruh yang tidak boleh dinisbatkan kecuali kepada Allah.

Kedua,
Bahwa wahyu Ilahi bukan suatu perasaan jiwa yang memancar kepada kehendak, kemauan, dan harapannya. Sebab, seandainya demikian niscaya dengan mudah Nabi saw dapat menyelesaikan fitnah tersebut sejak hati kelahirannya dan menjadikan segala kebaikan yang ada pada keluarganya sebagai al-Quran yang dapat menenangkan kaum Mukminin dan membungkam mulut orang-orang yang usil itu. Tetapi Nabi saw tidak melakukannya, karena beliau tidak memiliki kekuasaan untuk melakukannya.

Berikut ini kami kutipkan apa yang dikatakan oleh Dr. Muhammad Abdullah Duraz di dalam kitabnya : An-Naba‘ul Azhim, menjelaskan hakekat ini: "Tidakah kaum Munafiq geram dengan membuat berita bohong tentang istri Nabi saw, Aisyah ra, Sementara wahyu pun diperlambat penurunannya sekian lama dan orang-orang pun ramai membicarakan, sampai hati terasa telah mencapai kerongkongan. Sedangkan Nabi saw sendiri tidak dapat bertindak apa-apa kecuali berkata dengan penuh hati-hati: “Saya tidak mengetahui Aisyah kecuali orang yang baik-baik.“ Kemudian setelah berusaha secara maksimal dengan bertanya dan meminta pandangan para sahabatnya, setelah lewat sebulan penuh dan orang-orang pun telah menyatakan: “Kami tidak melihat adanya kejahatan sedikit pun pada dirinya (Aisyah ra), Nabi saw masih tetap tidak melakukan tindakan apa-apa kecuali berkata kepadanya :
"Hai, Aisyah! Aku telah mendengar tentang apa yang digunjingkan orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah maka Allah pasti akan membebaskan dirimu. Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah!“.

Ucapan ini merupakan cetusan kata hatinya. Ia adalah ungkapan seorang yang tidak mengetahui alam ghaib dan ucapan orang yang jujur, yang tidak memperturutkan prasangka dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan belum sempat beranjak dair tempat duduknya, turunlah awal surat An-Nur yang menjelaskan ketidak-bersalahan Aisyah ra dan menyatakan kesuciannya.

Apakah kiranya yang menghalangi Nabi saw untuk menyatakan ketidak-bersalahan Aisyah sejak hari pertama dan mengatakan sebagai wahyu dari langit, guna membantah para pendusta itu? Tetapi, dia tidak pernah punya niat untuk berdusta kepada manusia dan Allah :
"Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pedang dia pada tangan kanannya. Kemudian sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.“ QS al-Haaqqah : 44-47

Adakah Aisyah ra orang yang pertama kali memahami kedua hakekat ini, sehingga segera mentauhidkan Allah dan memberikan ubudiyah hanya kepada-Nya dengan melupakan segala sesuatu dan siapa pun selain-Nya. Oleh karena itu, dia menjawab ibunya ketika meminta agar dia berdiri mengucapkan terimah kasih kepada Nabi saw, seraya berkata: “Aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya dan aku tidak akan memuji kecuali kepada Allah, karena Dia-lah yang membebaskan aku.“

Pernyataan Aisyah ra sepintas tampak kurang layak diucapkan di hadapan Nabi saw. Tetapi situasi dan kondisi pada saati itu mendorong keluarnya ucapan tersebut. Penuturan kalimat itu keluar atas dorongan keadaan yang telah dibentuk oelh Hikmah Ilahiyah untuk memperteguh Aqidah kaum Muslimin dan membantah kedustaan orang-orang munafiq, serta menampakkan makna tauhid dan ubudiyah yang utuh kepada Allah semata.

Demikianlah kisah berita bohong ini telah mengandung hikmah Ilahiyah yang bertujuan memantapkan Aqidah Islamiyah dan membersihkan segala bentuk keraguan yang mungkin dapat menyentuhnya. Itulah makna kebaikan yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya :
"Janganlah kamu mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.“ QS An-Nur : 11

5.- Di dalam peristiwa ini disyariatkan pula hukuman dera (haddul qadzaf). Kita lihat bahwa Nabi saw telah memerintahkan agar orang-orang yang secara terang-terangan mengucapkan tuduhan itu didera sebanyak delapan puluh cambukkan. Hukuman ini sudah tidak dipermasalahkan lagi.

Yang menjadi permasalahan ialah mengapa gembong dan sumber isu dan tuduhan palsu itu, Abdullah bin Ubay bin Salul, dapat lolos dari hukuman? Sebabnya, seperti dikatakan oleh Ibnul Qayyim, karena Abdullah bin Ubay bin Salul mengendalikan berita bohong ini di antara orang banyak dengan cara yang busuk dan licik. Dia menyebarkan fitnah itu dengan cara mengumpulkan berita kemudian diceritakannya kembali dalam bentuk cerita orang sehingga tidak dapat dinisbatkan kepadanya secara langsung. Dan, seperti anda ketahui bahwa hukuman dera itu hanya dikenakan kepada orang yang secara langsung mengatakan tuduhan.

Dicopy Dari :
http://daffodilmuslimah.multiply.com/reviews/item/113?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem

0 comments on Berita bohong (Haditsul Ifki) :

Pribadi-Ku

Kediaman-Ku

Check PageRank Free Backlinks Linki Linki Free Backlinks Vietnam Backlinks Free Automatic Link Free Plugboard Link Banner Button Free Promotion Link Free Smart Automatic Backlink Malaysia Free Backlink Services MAJLIS LINK: Do Follow Backlink Link Portal Teks TV AutoBacklinkGratis japanese instant free backlink Free Automatic Backlink Service Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de DAHOAM Free Backlinks Mariachi Backlink Exchange backlink Travel Backlinks Free Auto Backlink Exchange Service link-deluxe.isgreat.org hollinkwood.isgreat.org rabta-lussu.totalh.com Linkon Bedava - Free Backlink Jasa SEO dan Pembuatan Website ping fast  my blog, website, or RSS feed for Free
readbud - get paid to read and rate articles